me

Bubu, Kenapa Marah-Marah Terus?

May 28, 2020.By Blibli Friends
Bagikan

Via Freepik

“Saya bukan orang yang pemarah Mba, tapi kenapa saya sekarang mudah sekali marah ke anak saya? Hal kecil saja bisa membuat saya kesal dan akhirnya marah meledak. Saya membentak atau bahkan ada kalanya saya mencubit anak saya. Saya tahu ini tidak baik. Dan saya pun tahu bahwa sebenarnya apa yang dilakukan anak saya (yang memicu kemarahan saya) adalah perilaku yang sebenarnya wajar di usianya. Tapi kenapa reaksi saya marah? Setelah itu saya merasa sangat bersalah, saya menyesal, dan saya meminta maaf. Tapi kenapa hal ini justru berulang? Apa yang salah sama saya ya?”

Apakah Bubu pernah mendengar atau mungkin mengalami kondisi serupa? Seorang Bubu yang tahu bahwa sebenarnya tidak perlu dan tidak baik untuk memarahi anak berlebihan, namun kemudian ekspresi marah tersalurkan tanpa bisa ia kendalikan.

Sebelum berlanjut pada siklus menyalahkan diri sendiri, mari kita sama-sama menyayangi. Katakan, “Saya adalah ibu yang cukup baik untuk anak saya, ada kalanya saya melakukan kesalahan karena saya manusia biasa. Tapi saya mau berusaha untuk menjadi lebih baik lagi…

Pernahkah Bubu mendengar istilah parental burnout? Parental burnout adalah situasi kelelahan berlebih yang muncul akibat kewalahan (overwhelmed) secara fisik dan emosional dalam menjalani peran sebagai orang tua (Hubert & Aujoulat, 2018). Beberapa penelitian menemukan bahwa kondisi parental burnout ini jamak dialami oleh para orang tua, terutama dalam 1 tahun pertama usia si Kecil. 67% orang tua di Jepang mengalami burnout, 82% orang tua di Korea Selatan mengalami burnout, dan 69% orang tua di Australia mengalami burnout di tahun pertama usia anak (Iwata et al., 2018). Tingginya angka tersebut membuat kita perlu lebih peka dengan kondisi diri kita Bubu. Apa yang menyebabkan kita beresiko untuk mengalami parental burnout?

Penelitian yang dilakukan oleh Iwata et al. (2018) menemukan bahwa kurangnya waktu tidur yang berkualitas, kekhawatiran atas tumbuh kembang dan pengasuhan anak, tingkat kepuasan atas dukungan sosial yang dimiliki, beban finansial, serta jumlah dan waktu makan yang diluangkan oleh Bubu per harinya dapat mempengaruhi tinggi/rendahnya perasaan lelah dalam menjalani peran sebagai orang tua. Lalu, apa yang bisa kita lakukan untuk menjaga diri kita agar kita terhindar dari parental burnout ini? Terutama agar kita tidak dengan mudahnya merasa terganggu sehingga mudah marah dalam hal sehari-hari (apalagi terkait pengasuhan anak, sehingga kita bisa terhindar dari siklus marah – menyesal – marah – menyesal ini?

Katanya, Bubu yang hebat adalah Bubu yang bisa memenuhi segala kebutuhan si Kecil dan anggota keluarga lainnya. Namun seringkali, hal ini kemudian membuat Bubu justru menomorduakan kebutuhan merawat dirinya sendiri. Bukanlah hal yang egois untuk Bubu merawat diri sendiri, karena tentu kita butuh sehat dan senang baik secara fisik maupun mental sebelum mengasuh anak dan mengurus orang lain. Oleh karena itu, ada beberapa hal yang dapat Bubu lakukan untuk mengurus diri dan mengelola rasa lelah yang dimiliki sebelum terakumulasi:

1.Cukup istirahat dan berolahraga

Tidak bosan-bosannya terus diingatkan untuk usahakan setiap harinya memiliki waktu istirahat berkualitas yang cukup. Ingatkan diri bahwa tidak melulu semuanya perlu sempurna, bersih, dan tuntutan-tuntutan lainnya yang lingkungan atau mungkin Bubu berikan bagi diri sendiri. Merasa sehat dan Bahagia juga bisa menjadi tuntutan bagi diri agar bisa optimal mengasuh si Kecil dan menjalani tanggung jawab setiap harinya.

2.Pastikan asupan nutrisi tercukup

Penelitian dari Iwata et al. (2018) menemukan bahwa Bubu yang meluangkan waktu makan lebih lama (dalam artian tidak terburu-buru sehingga bisa memastikan asupan nutrisi tercukupi dan merasa puas tidak hanya kenyang) memiliki level stress dan kelelahan yang lebih rendah dibandingkan Bubu yang makan seadanya. Nah, jangan lupa minta bantuan Pak Suami ya untuk menemani si Kecil selama 20-30 menit, agar Bubu juga punya waktu untuk menikmati makanan dan memenuhi kebutuhan diri 😊

3.Memproses emosi negatif dan kelelahan yang dirasakan

Menjadi seorang ibu memang akrab sekali dengan perasaan khawatir mengenai tumbuh kembang si Kecil. Perasaan khawatir ini bila dalam jumlah yang tepat bisa menjadi motivasi atau pendorong Bubu memberikan yang terbaik. Namun bila berlebih, justru sebaliknya dapat menghambat. Membuat Bubu jadi merasa serba takut atau yang paling tidak diinginkan; merasa tidak cukup baik menjadi seorang ibu. Bila hal itu terjadi, proses emosi tersebut ya Bubu. Bisa dengan cara berdiskusi dengan Pak Suami agar tidak bergumul sendiri dengan kekhawatirannya. Bubu juga bisa menulis diary, atau bisa juga dengan membuat karya sebagai bentuk penyaluran emosi negatif tersebut.

4.Relaksasi atau meditasi

Ada ibu yang melakukannya dengan cara beribadah, ada yang dengan berolahraga, ada juga yang dengan cara olah pernapasan. Dua strategi lain yang dapat dilakukan untuk membantu diri merasa lebih relaks adalah dengan tersenyum dan menguap. Berkaca dan menampilkan senyum dapat mempengaruhi perasaan yang Bubu rasakan lho! Memalsukan atau memaksakan diri untuk menguap sebanyak 10x sambil merentangkan tangan ke atas juga dapat membantu Bubu merasa relaks. Silakan dicoba ya 😊

Untuk mengasuh anak yang sehat secara fisik dan mental, dibutuhkan juga pengasuh (dalam hal ini Bubu dan Pak Suami) yang sehat pula secara fisik dan mental. Kenali kebutuhan diri dan penuhi kebutuhan tersebut ya Bubu, terlebih lagi kebutuhan akan istirahat. Jangan lupa untuk libatkan Pak Suami dan anggota keluarga lainnya untuk memberikan bantuan dalam mengasuh si Kecil. Agar tidak merasa sendirian, Bubu juga bisa sharing masalah parenting dengan ibu-ibu lainnya di komunitas Sahabat Ibu Pintar.

Happy parenting Bubu! 😊

Tag: